Sebuah Tanggapan untuk Ulil Abshar Abdalla
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah seorang
manusia yang telah dipilih oleh Allah untuk menyampaikan dan
menjelaskan ayat-ayat-Nya serta menunjukkan kepada jalan yang lurus. Amma ba’du.
Para
pembaca yang budiman, semoga Allah menjaga kita dari godaan syaitan
dan kerancuan-kerancuan yang ditebarkan oleh antek-anteknya. Sifat
rendah hati/tawadhu’ adalah salah satu ciri khas hamba-hamba Allah
Yang Maha Pengasih. Sebagaimana yang dijelaskan oleh-Nya dalam
ayat-Nya yang mulia,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba
Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas
muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan [25]: 63)
Di
antara sapaan jahil yang baru-baru ini mengusik umat Islam Indonesia
adalah tulisan ‘orang yang sedang bingung’ yang diberi judul dengan
‘Doktrin-Doktrin Yang Kurang Perlu dalam Islam’. Dalam suasana
‘kebingungan’ yang masih menyelimuti pikirannya si penulis ingin
mengajak umat Islam untuk bersikap arogan dan tinggi hati. Sayangnya
dia menamai seruannya ini dengan ‘corak keberagamaan yang rendah hati’.
Aduhai,
seandainya orang ini mau menyadari keruwetan akalnya! Orang yang lugu
akan mengatakan kelakuannya ini dengan ungkapan, “Bungkusnya bagus,
tapi isinya busuk.” Maka orang yang masih menyayangi kesehatan dirinya
tentu tidak akan mau memakan isi bungkusan itu. Sebetulnya meladeni
bualan semacam ini bukanlah sesuatu yang sukar. Kalau kita cermati
ucapan-ucapannya maka akan tampak kontradiksi yang sangat jelas.
Lihatlah betapa jujurnya orang ini ketika dia mengatakan bahwa dia
ingin membuang ajaran agama Islam!
Saksikanlah
pengakuannya atas kejahatan yang dilakukannya sendiri, “Saya hanya
ingin menganjurkan suatu corak keberagamaan yang rendah hati, yang
tidak arogan dengan mengemukakan kleim-kleim yang berlebihan tentang
agama. Jika Islam menganjurkan etika “tawadhu’”, atau rendah hati,
maka etika itu pertama-tama harus diterapkan pada Islam sendiri.
Mengaku bahwa agama yang paling benar adalah Islam jelas menyalahi
etika tawadhu’ itu.” (lihat artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7
Januari 2008)
Dia
juga yang mengatakan, “Banyak hal dalam agama yang jika dibuang
sebetulnya tidak mengganggu sedikitpun watak dasar agama itu. Oleh para
pemeluk agama, banyak ditambahkan hal baru terhadap esensi agama itu,
sekedar untuk menjaga aura agama itu agar tampak “angker” dan
menakutkan di mata pemeluknya. Saya akan mengambil contoh Islam.”
(lihat artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari 2008)
Pembaca
sekalian, semoga Allah menambahkan hidayah-Nya kepada kita. Orang ini
dengan beraninya dan tidak tahu malu telah menyingkap hakekat dirinya
yang sombong dan arogan. Maka cukuplah kiranya bagi kita pengakuannya
sendiri yang ingin ‘membuang ajaran agama’ dengan menamainya dengan
istilah ‘corak keberagamaan yang rendah hati’. Sungguh pengakuan yang
tulus dan sudah selayaknya mengetuk hati si pemilik ucapan untuk
berintrospeksi dan kembali menata diri. Bukankah muhasabah atau
introspeksi adalah salah satu esensi ajaran Islam yang sudah jelas dan
tidak bisa ditawar-tawar lagi?!
Saudaraku
sesama kaum muslimin, sesungguhnya sikap arogan atau sombong yang
dalam bahasa Arabnya adalah kibr merupakan akhlak yang sangat-sangat
tercela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no. 131 Maktabah Syamilah)
Kiranya hadits ini sangat tepat dengan konteks permasalahan yang sedang kita bicarakan. Belum lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan sebuah ancaman yang sangat keras bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sekecil dzarrah (anak semut).” (HR. Muslim no. 131. Maktabah Syamilah)
Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan,
فَإِنَّ
هَذَا الْحَدِيث وَرَدَ فِي سِيَاق النَّهْيِ عَنْ الْكِبْرِ
الْمَعْرُوف وَهُوَ الِارْتِفَاع عَلَى النَّاس ، وَاحْتِقَارهمْ ،
وَدَفْع الْحَقِّ
“Sesungguhnya
hadits ini disebutkan dalam konteks larangan dari sikap menyombongkan
diri yang sudah dimengerti (oleh orang-orang, pent) yaitu sikap
merasa tinggi dan lebih hebat daripada manusia yang lain, melecehkan
mereka, dan menolak kebenaran.” (Syarh Muslim, Tahrimul Kibr wa Bayanuhu. Maktabah Syamilah)
Apakah Membuang Ajaran Islam Adalah Kerendahan Hati?
Itulah
pertanyaan yang ingin kita ajukan kepada si pemilik ucapan tersebut.
Seorang muslim yang masih sehat akalnya tentu akan mengatakan bahwa
tindakan mengobok-obok dan membuang isi ajaran Islam adalah sikap
menolak kebenaran dan ekspresi dari perasaan lebih hebat dan sikap
arogan yang sangat keterlaluan. Semua umat Islam sudah sepakat bahwa
hanya Islam agama yang benar dan diridai oleh Allah. Adakah orang yang
lebih sombong dan lebih keras kepala daripada orang yang sengaja
menyelisihi kesepakatan umat Islam?
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan bahwa makna Islam di dalam ayat ini adalah mengikuti
ajaran rasul Allah yang diutus kepada mereka di setiap masa sampai
ditutupnya risalah dengan pengutusan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menutup semua jalan menuju Allah kecuali satu jalan yang dibentangkan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu orang-orang sesudah diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghadap Allah dalam keadaan menganut agama selain syari’at beliau maka tidak akan diterima (Tafsir al-Qur’an Al ‘Azhim, Maktabah Syamilah).
Allah ta’ala juga berfirman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang
siapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan
diterima dan di akherat dia pasti termasuk orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 85)
Maka
dimanakah letak ketawadhu’an orang yang mengatakan, “Mengaku bahwa
agama yang paling benar adalah Islam jelas menyalahi etika tawadhu’
itu.” ?!!! Bahkan perkataannya ini adalah sikap arogan dan penentangan
yang jelas terhadap kebenaran isi al-Qur’an. Dan itu artinya dia
telah berani menyombongkan dirinya di hadapan Allah ta’ala yang menurunkan al-Qur’an! Inna lillahi wa inna ilahi raji’un…
Tidakkah engkau menyadari musibah ini wahai Ulil?! Adakah manusia yang
lebih tidak tahu diri dan lebih arogan daripada orang yang
membusungkan dadanya dan merasa hebat di hadapan Rabb yang menciptakan
dirinya serta seluruh jagad raya? Akal siapakah yang bisa menerima
bualan seperti ini? Ambillah pelajaran wahai orang-orang yang masih
memiliki pikiran (ulil abshar)!!!
Bahkan
akan kita katakan bahwa sesungguhnya apa yang dikemukakan orang tidak
tahu malu ini sebagai hal-hal baru yang tidak pernah dikenal oleh
umat Islam dan ditambah-tambahkan kepada esensi ajaran Islam yang
justru akan mencoreng citra ajaran Islam yang rendah hati dan jauh
dari sikap arogan. Bukankah kebenaran datang dari Allah? Allah ta’ala berfirman,
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Al Haq adalah dari Rabbmu, maka janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu.” (QS. Al Baqarah [2]: 147)
Dan Allah sendiri yang menyatakan bahwa hanya Islam yang benar. Apakah anda merasa lebih tahu daripada Allah wahai Ulil?
Ucapan Siapa yang Tidak Relevan?
Kalau
kita cermati lagi, memang perbuatan orang ini sudah sangat
keterlaluan. Menentang ayat-ayat Allah baginya adalah sesuatu yang
ringan dan bahkan perlu untuk dikembangkan. Lihatlah perkataannya yang
menunjukkan sikap arogan yang sangat tercela. Dia mengatakan, “Sudah
jelas Kitab Suci terkait dengan konteks sejarah tertentu, dan banyak
hal yang dikatakan Kitab Suci sudah tak relevan lagi karena konteks-nya
berbeda.” (lihat artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari
2008).
Maha
suci Allah dari bualan semacam ini!! Wahai Ulil, seandainya engkau
mau diam dan berhenti menulis untuk sejenak memikirkan kematian yang
pasti akan menghampirimu. Apakah perbedaan ucapanmu ini dengan ucapan
orang-orang kafir, “Tidaklah (al-Qur’an) ini melainkan hanya sekedar dongeng orang-orang terdahulu.”
(lihat QS. Al An’aam [6]: 25). Lihatlah betapa mirip ucapannya dengan
ucapan orang-orang kafir! Ada hubungan apa antara anda dengan mereka
wahai Ulil?
Kalau
Ulil mengatakan bahwa doktrin yang menyatakan sumber hukum hanya
terbatas pada al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas sudah tidak relevan,
keyakinan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah Nabi akhir zaman juga tidak relevan, keyakinan bahwa Islam yang
diajarkan Nabi Muhammad menghapus agama-agama yang lainnya juga tidak
relevan, keyakinan bahwa orang yang tidak mengikuti jalan Islam adalah
kafir juga tidak relevan, keyakinan bahwa hanya ada satu golongan umat
Islam yang selamat (al firqah an najiyah) juga tidak relevan,
keyakinan bahwa firman Allah tidak mungkin salah juga tidak relevan,
keyakinan bahwa dalam perkara yang sudah terdapat dalil tegas dalam
syari’at maka tidak boleh ada ijtihad adalah juga tidak relevan,
keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak membuat syari’at juga tidak
relevan, kebenaran al-Qur’an tidak terikat dengan ruang dan waktu
(dalam artian al-Qur’an selalu benar kapan dan di manapun, pen) juga
tidak relevan, keyakinan bahwa Islam bisa menjawab semua masalah juga
tidak relevan bahkan dianggap sebagai bentuk arogansi [lihat semua
bualan ini dalam artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari
2008], maka cukuplah kita katakan kepadanya bahwa: Semua yang anda
lontarkan ini adalah arogansi dan kekufuran terhadap hakekat ajaran
Islam!!! Islam sama sekali tidak turut campur tangan dengan apa yang
anda lontarkan. Dan semua umat Islam sepakat untuk menyatakan bahwa
dakwah yang anda serukan bukanlah dakwah Islam! Akan tetapi dakwahmu
adalah propaganda sesat dan tidak beradab yang mengajak umat untuk
bersikap arogan dan meninggalkan akhlak tawadhu’ yang sudah semestinya
menghiasi perilaku seorang muslim yang taat.
Inilah
ayat-ayat yang akan menghanguskan angan-angan anda untuk bisa menarik
simpati kaum muslimin terhadap ajaran Liberal. Inilah petir yang akan
membakar semua syubhat dan kedangkalan berpikir yang anda
agung-agungkan. Allah ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai
orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul serta ulil
amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang
suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul
(As Sunah) jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu
lebih baik untuk kalian dan lebih bagus hasilnya.” (QS. An Nisaa’ [4]: 59)
Allah ta’ala juga berfirman,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad
itu bukanlah bapak dari salah seorang lelaki di antara kalian, akan
tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.” (QS. Al Ahzab [33]: 40)
Allah ta’ala juga berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada
hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan
nikmat-Ku atasmu. Dan Aku pun ridha Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah [5]: 3)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Barang
siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia
mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka Kami akan
membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami pasti akan
memasukkannya ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu adalah seburuk-buruk
tempat kembali.” (QS. An Nisaa’ [3]: 115)
Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا
“Dan siapakah yang lebih benar pembicaraannya daripada Allah?” (QS. An Nisaa’ [3]: 87)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا
“Dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allah?” (QS. An Nisaa’ [3]: 122)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan
tidaklah pantas bagi seorang yang beriman laki-laki atau perempuan
untuk memiliki pilihan lain apabila Allah dan Rasul-Nya telah
memutuskan suatu perkara. Dan barang siapa yang durhaka kepada Allah
dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang sangat
nyata.” (QS. Al Ahzab [33]: 36)
Allah ta’ala juga berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah
hukum jahiliyah yang mereka cari, dan siapakah yang lebih baik
hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maa-idah [4]: 50)
Allah ta’ala juga berfirman,
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Alif
laam miim. Inilah Kitab yang tidak ada keraguan sedikitpun padanya,
petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa…” (QS. Al Baqarah [2]: 1-2)
Allah ta’ala juga berfirman,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah
mereka memiliki sekutu-sekutu (selain Allah) yang membuat syari’at
untuk mereka padahal itu tidak pernah diijinkan oleh Allah?” (QS. Asy
Syuura [42]: 21)
Allah ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada
hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan
nikmat-Ku atasmu. Dan Aku pun ridha Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah [5]: 3)
Dan
masih banyak ayat lain serta hadits-hadits shahih yang akan
menghabisi dan membakar habis kedangkalan berpikir serta membongkar
kerusakan akal para penganut ajaran Liberal!!!
PENUTUP
Setelah
kita membaca ini semua wahai pembaca yang budiman, marilah kita
tanyakan kepada hati nurani kita masing-masing siapakah yang mengajak
untuk bersikap arogan dan menyombongkan diri?!! Apakah Allah, para
rasul-Nya, para sahabat dan para ulama sesudah mereka yang mengajak
umat Islam untuk bersikap arogan ataukah orang-orang Liberal yang
berpikiran sempit dan telah rusak akalnya semacam ini?! Jawablah wahai
orang-orang yang masih memiliki pikiran (Ulil Abshar)…! Kembalilah ke
jalan kebenaran dan sikap rendah hati yang sejati wahai Ulil.
Kasihanilah kedua orang tuamu, kasihanilah anak dan istrimu,
kasihanilah dirimu sendiri… Sukakah engkau disejajarkan dengan barisan
orang-orang yang arogan semacam Fir’aun, Qarun, dan Abu Jahal? Padahal
karena sikap arogan seperti itulah Iblis dan bala tentaranya layak
untuk diseret ke dalam jurang neraka dan tersiksa secara kekal di
dalamnya. Renungkanlah! Semoga Allah memberikan taufik kepadamu.
Keterangan Tambahan
Meskipun
demikian, kami kaum muslimin semua maklum. Bukanlah sebuah keanehan
apabila lontaran jahil seperti itu muncul dari seorang penganut ajaran
Liberal tulen semacam Ulil! Itu semua justru semakin menambah
keyakinan kita akan kebenaran al-Qur’an sebagai firman Allah dan As
Sunnah sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal
itu juga semakin memperjelas bagi kita siapakah jati diri Ulil yang
sebenarnya. Inilah bukti lainnya yang menyingkap jati dirinya…
Pertama. Allah menyatakan dalam firman-Nya,
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Barang siapa di antara kalian yang berloyalitas kepada mereka (orang-orang kafir), maka dia termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maa’idah [5]: 51)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seseorang itu berada di atas agama kawan akrabnya.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Bukankah
selama ini Ulil telah merelakan dirinya dengan sedemikian ‘enjoy’nya
berada di tengah-tengah mereka (orang-orang kafir) baik secara fisik
maupun pikirannya?! Dan bukankah dia telah menjadikan mereka (Yahudi,
dkk) sebagai kawan dekatnya; baik dari segi fisik maupun pikirannya?
Bahkan Ulil merasa risih apabila harus ikut bersama [dengan keyakinan]
para ulama Islam dan justru merasa tenang bersama [dengan keyakinan]
para ulama Yahudi Orientalis kafir tulen yang jelas-jelas anti
terhadap al-Qur’an dan As Sunnah. [Maka hal ini semakin memperjelas
bagi kita: Kepada siapakah sesungguhnya Ulil berpihak?!]
Kedua. Allah telah menyatakan dalam firman-Nya,
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barang siapa berpaling dari peringatan Ar Rahman (Allah) maka Kami akan menjadikan syaitan sebagai kawan pendampingnya.” (QS. Az Zukhruf [43]: 36)
Maka jadilah orang semacam itu (yang dengan sengaja mencampakkan peringatan Allah) sebagai wali syaitan.
Bukankah
selama ini Ulil juga telah mengesampingkan dalil-dalil al-Qur’an dan
As Sunnah bahkan bersikap antipati kepada keduanya [di antara buktinya
adalah kebatilan artikel Ulil yang sedang kita bantah ini, pen].
Sehingga orang-orang yang tetap berpegang dengan kandungan dalil
justru dia sebut sebagai kaum tekstualis, bahkan penyembah teks!
Sedangkan dirinya sendiri justru lebih memilih untuk memeluk akidahnya
kaum filsafat dan menelan mentah-mentah sabda-sabda Orientalis. [La haula wa la quwwata illa billah! Lelucon macam apakah ini wahai Ulil?!]
Ketiga.
Bukankah Allah telah menyifati orang yang membenci ajaran Islam
(yaitu kaum munafikin, pen) sebagai orang yang di dalam hatinya
tersimpan penyakit yang kian hari kian bertambah keganasannya. Allah ta’ala berfirman,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
“Karena
di dalam hati mereka sudah terdapat penyakit (keragu-raguan), maka
Allah semakin menambahkan penyakit itu kepada mereka.” (QS. Al Baqarah [2]: 10)
Dan
karena penyakit yang diderita itulah segala hal menjadi berubah bagi
si sakit. Sate yang tadinya sangat mengundang selera dan terasa lezat
oleh lidah berubah menjadi pahit dan membakar lidah. Cahaya yang
tadinya terasa lembut di mata dan mempercerah pandangan berubah menjadi
pancaran sinar yang terasa pedih di mata dan menyakitkan. Dan seperti
itulah kurang lebih kondisi yang sedang dialami oleh Ulil pada
hari-hari ini. Semoga Allah segera menyembuhkan penyakitmu, wahai Ulil…
Terakhir, kami ingin menasihatkan kepada diri kami sendiri dan setiap orang yang menghendaki kebaikan bagi dirinya supaya:
Pertama
Selalu berdoa meminta petunjuk dan keteguhan kepada Allah, seperti dengan memanjatkan doa, ‘Rabbana la tuzigh qulubana ba’da idz hadaitana’ (Ya Allah janganlah Engkau sesatkan hati-hati kami setelah Engkau berikan hidayah kepada kami) atau doa ‘Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala diinik’ (Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah aku di atas agama-Mu).
Kedua
Perhatikanlah siapa gurumu. Sebab ilmumu adalah agamamu, maka hendaknya kamu perhatikan dari manakah kamu mengambil agamamu.
Ketiga
Kenalilah
siapa kawan-kawanmu, karena mereka itulah yang akan ikut mewarnai
bagaimana isi hatimu. [keterangan tambahan ini kami salin dengan sedikit
perubahan redaksional dari tulisan tangan Ustadz Afifi Abdul Wadud]
Allahumma aarinal haqqa haqqa
warzuqnat-tiba’ah, wa aarinal baathila baathila warzzuqnajtinaabah.
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa
sallam. Wa akhiru da’wana anil hamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
Yogyakarta, Rabu 14 Muharram 1429/23 Januari 2008
****
Kedua orang tuanya dan segenap kaum muslimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar